Jakarta – Mengakhiri tahun 2023, maka pada hari Jumat (29/12/2023), pukul 09.00 wib, melalui siaran zoom online, diadakan acara Refleksi Akhir Tahun 2023 oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia.
“Waktu sangat cepat dari 2022 ke 2023. MA RI terus meningkat kinerja dari setiap tahun nya untuk meningkatkan kinerja, transparansi dan penegakkan hukum di Indonesia, ” opening speech dari moderator dalam pembukaan acara.
Forum Penulis, Aktivis, dan Pewarta (PELITA) memberikan catatan pada hari yang sama di Jakarta, Jumat (29/12/2023)
Berikut data yang didapatkan:
PRODUK MAHKAMAH AGUNG & JAJARANNYA Dalam Kasus dr. Tunggul P. Sihombing MHA diduga Melanggar UUD 1945 & UU (1)
Mahfud MD DKK, Sejak Tahun 2004 (Saat Mafia Merusak UU Tentang KY), Sudah Mengetahui Keboborokan Mahkamah Agung (TV ONE ILC 31 MEI 2016)
Putusan Hakim Agung Harus Benar, Adil Dan Profesional
(Vide Pasal 24A Ayat 2 UUD 1945 JO Pasal 5 Ayat 2 UU No 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman)
Berikut Dugaan Kuatnya:
1. MENGABAIKAN INDONESIA NEGARA HUKUM
Mengabaikan UUD 1945 (Konstitusi), Bahwa Indonesia Negara Hukum; Kekuasaan Kehakiman Dilakukan Oleh Mahkamah Agung; Putusan Dihasilkan Dari Hakim Yang Mempunyai Integritas, Adil Dan Profesional (Vide Pasal 1 Ayat 3 Jo Pasal 24A Ayat 2 UUD 1945 Jo Pasal 5 Ayat 2 UU Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
Bila Putusan Ngawur, Melanggar UUD 1945 & UU, Patut Dikatakan Produk Mafia Yang Menjual Nama, Mahkota Kemuliaan Dan Profesionalisme Hakim
Bila Itu Putusan Hakim, Demi Azas Kepastian Hukum, Maka Salinan Putusan Yang Diberikan Harus Ditanda Tangani Hakim Dan Paniteram Sebagaimana Amanat UU
2. MENGABAIKAN KUHAP
Mengabaikan UU No 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP Hukum Pidana Formil Acuan Proses Ber Acara Pidana Hingga Pelaksanaa Eksekusi. Terbukti Dengan Adanya Kesalahan Nyata Menentukan Unsur Seseorang, Tempat Dan Waktu Kejadian Serta Putusan Dasar Untuk Eksekusi Tidak Ditanda Tangani Hakim Dan Panitera Pengganti.
3. MENGABAIKAN KUHP
Mengabaikan KUHP Hukum Pidana Materiil Untuk Menilai Kualitas Perbuatan Melawan Hukum Guna Menentukan Berat Ringannya Hukuman. Terbukti Dengan Adanya Kesalahan Nyata Menjatuhkan Hukuman Pemidanaan Untuk Perkara Tipikor Dan TPPU Dengan Jumlah Hukuman 26 Tahun Penjara. Sedangkan Penyedia Barang / Jasa Yang Berdasarkan Fakta Hukum Yang Ada Sebagai Subjek Hukum Yang Sempurna, Luput Dari Beban Pertanggung Jawaban Pidana Tanpa Ada Unsur Pemaaf. Hal Ini Melanggar Pasal 55 Ayat (1) Ke 1 KUHP.
4. MELINDUNGI PENJAHAT
Mengabaikan Pasal 21 UU No 20 Thn 2001 Ttg Perubahan Atas UU No 31 Thn 1999 Ttg Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Karena Mengabaikan Penyedia Barang/Jasa Sebagai Subjek Hukum Yang Sempurna (Pelaku Kejahatan) Namun Luput Dari Beban Pertanggung Jawaban Pidana Tanpa Ada Unsur Pemaaf (Obstruction Of Justice).
Lipsus: Tim