Oleh: Sri Mulyati
(Pemerhati Sosial)
Banjir besar melanda dua desa di Kecamatan Kaubun, Kutai Timur, tepatnya di Desa Bumi Etam SP 1 dan Desa Kadungan Jaya. Akibat musibah tersebut, satu orang warga dilaporkan meninggal dunia.
Salah seorang warga Kecamatan Kaubun Yohanes Richardo Nanga Wara menjelaskan, banjir mulai menggenangi permukiman warga sekitar pukul 23.00 Wita, Minggu (7/5/2023). Setelahnya debit air terus naik, dan dengan segera merendam rumah warga di dua desa sejak malam hingga subuh.
Dia mengatakan, ini merupakan banjir terparah yang pernah melanda Kecamatan Kaubun. Lebih jauh dia menjelaskan, Berkaca pada tahun-tahun sebelumnya, kecamatan ini tak pernah dilanda banjir seganas ini. Richardo bilang, banjir terjadi lantaran daya dukung lingkungan di Kecamatan Kaubun yang lemah. Pasalnya, daerah ini sudah lama dikepung aktivitas perusahaan, baik pertambangan batu bara maupun perusahaan perkebunan kelapa sawit. Aktivitas perusahaan-perusahaan tersebut dinilai merusak keseimbangan lingkungan. (https://kaltimtoday.co/banjir-dua-desa-di-kecamatan-kaubun-telan-korban-jiwa-warga-tuntut-pertanggungjawaban-pemkab-kutim-dan-perusahaan).
Di laman lainnya Kepala Bidang Sumber Daya Air (SDA) Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Samarinda Hendra Kusuma mengatakan, beberapa titik banjir sudah ditangani, namun beberapa belum tuntas.
Dia menilai, aktivitas pematangan lahan untuk permukiman maupun perumahan yang tak terkendali, menjadi biang banjir beberapa wilayah di Samarinda. (https://kaltimpost.jawapos.com/samarinda/06/05/2023/banjir-masih-jadi-fokus-bangun-drainase-hingga-perencanaan-peningkatan-kapasitas-saluran)
Banjir menjadi momok bagi kehidupan masyarakat. Bukanya berkurang, namun bertambah luasan daerah permukiman yang terdampak. Tingkat kedalamannya parah dan sampai memakan korban jiwa. Hal ini terjadi bukan sekadar curah hujan yang tinggi. Namun Ada kaitannya dengan eksploitasi alam yang berlebihan, pembukaan lahan pertanian dan deforestasi semakin tak terkendali, kian memperburuk keadaan.
Solusi dan penanganan banjir dengan memperbaiki drainase, mengalihkan aliran sungai, pengerukan sungai yang dangkal hanya mampu mencegah sebagian wilayah saja, sementara di tempat lain tetap banjir. Sebab, selama pengelolaan SDA masih berpatokan pada sistem sekuler kapitalisme, sehingga solusi apa pun tak membuahkan hasil. Karena tidak menyentuh akar masalah.
Inilah paradikma sistem kapitalisme menghalalkan kebebasan swasta atau asing menguasai dan mengeksploitasi lahan tambang, dalam rangka meraih keuntungan. Tak perduli dampak yang ditimbulkan. Sedangkan peran negara melalui kebijakannya memuluskan langkah para kapital agar tetap eksis guna mencapai keinginannya.
Terhadap persoalan banjir meluas perlu pemecahan tuntas yaitu dengan Islam. Sebab Islam adalah seperangkat aturan yang mengatur seluruh aspek kehidupan dan solusi setiap permasalahan manusia.
Tata kelola lingkungan dan SDAE dalam Islam meminimalisir kerusakan lingkungan. Sebab sumber daya alam yang mengelola adalah negara tentu berpedoman pada syariat. Dan tegas melarang eksplorasi dan eksploitasi secara serampangan sebagaimana biasa dilakukan dalam sistem sekarang. Seperti firman Allah SWT, QS. Ar-Rum ayat 41 yang artinya, “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
Sebagaimana pengelolaan tata ruang kota dan peran negara Islam dalam menyelesaikan permasalahan, terutama masalah banjir. Adapun langkah-langkah solusi banjir, yaitu pertama, membangun bendungan-bendungan, kanal- kanal baru yang mampu menampung curahan air dari aliran sungai dan curahan hujan. Bendungan ini dapat digunakan untuk mencegah banjir dan keperluan irigasi.
Kedua, memetakan daerah rendah yang rawan terkena genangan air, membuat kebijakan melarang masyarakat membangun permukiman di wilayah tersebut. Ketiga, melakukan penjagaan yang sangat ketat bagi kebersihan sungai, danau dan kanal dengan cara memberikan sanksi tegas bagi sesorang yang mencemari lingkungan. Keempat, kebijakan tentang master plant agar pembukaan permukiman atau kawasan baru harus menyertakan variabel-variabel drainase, serapan air. Dan menetapkan cagar alam yang harus dilindungi.
Tak hanya itu, pemerintahan dalam Islam juga memiliki badan khusus penangan bencana. Mereka dilengkapi dengan peralatan-peralatan berat, efakuasi dan obat-obat yang diperlukan dalam menanggulai banjir.
Berkaca pada kerusakan alam yang mengdatangkan bencana. Seharusnya manusia bersegera melakukan taubat kembali pada aturan Allah SWT, dalam menjalani kehidupan baik sebagai individu, masyarakat maupun negara yang menerapkan Islam kaffah. Alhasil dapat meraih keberkahan, keselamatan dunia dan akhirat. Wallahu alam bishawab***